A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Abdurrahman dan Bintoro memberi batasan model pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang diupayakan untuk dapat meningkatkan peran serta siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berinteraksi dan belajar secara bersama meskipun mereka berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda.
B. Landasan Teoritis Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif didasarkan teori konstruktivistik, bahwa siswa dapat menemukan dan memahami konsep-konsep yang dipelajari dengan cara mongkonstruksi pengalamannya. Usaha untuk mengkonstruksi pengalaman akan lebih mudah dilakukan jika mereka melakukannya dengan bekerja sama. Menurut Arends (2008: 37), akar intelektual pembelajaran kooperatif berasal dari tradisi pendidikan yang menekankan pemikiran dan praktis demokratis: belajar secara aktif, perilaku kooperatif, dan menghormati pluralisme di masyarakat yang multikultural.
C. Unsur-unsur Pokok Model Pembelajaran Kooperatif
Unsur-unsur pokok model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1. Adanya Peserta dalam Kelompok
Peserta pembelajaran kooperatif adalah para siswa yang melakukan kegiatan belajar secara berkelompok. Pengelompokan siswa bisa dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, misalnya minat, bakat kemampuan akademis. Pertimbangan apapun yang dipilih dalam mengelompokkan siswa, tujuan pembelajaran harus yang diutamakan.
2. Adanya Aturan Kelompok
Aturan kelompok merupakan sesuatu yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok.
3. Adanya Upaya Belajar Setiap Anggota Kelompok
Upaya belajar merupakan segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuan, baik kemampuan yang telah dimiliki, maupun kemampuan yang baru. Aktivitas belajar siswa dilakukan secara berkelompok, sehingga diantara mereka terjadi saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan.
4. Adanya Tujuan yang Akan Dicapai
Aspek tujuan dalam model pembelajaran ini dimaksudkan untuk memberikan arah pada perencanaan, pelaksanaan, dan juga evaluasi. Dengan adanya tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap aktivitas belajar.
D. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling berhubungan. Elemen-elemen yang sekaligus merupakan karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan hubungan antar pribadi, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Saling Ketergantungan Positif
Saling ketergantungan positif adalah hubungan yang saling membutuhkan. Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil yang optimal, yang dicapai melalui:
A. Saling ketergantungan pencapaian tujuan.
B. Saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas.
C. Saling ketergantungan bahan atau sumber belajar.
D. Saling ketergantungan peran dan saling ketergantungan hadiah.
2. Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap muka terwujud dengan adanya dialog yang dilakukan bukan hanya antara siswa dengan guru tetapi juga antara siswa dengan siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar. Fakta seperti itu dibutuhkan karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesama siswa.
3. Akuntabilitas Individual
Pembelajaran kooperatif terwujud dalam bentuk belajar kelompok. Meskipun demikian penilaian tertuju pada penguasaan materi belajar secara individual. Hasil penilaian pada kemampuan individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa diantara mereka yang memerlukan bantuan dan yang dapat memberikan bantuan.
4. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) dikembangkan. Pengembangan kemampuan tersebut dilakukan dengan melatih siswa untuk bersikap tenggang rasa, sopan, mengkritik ide bukan pribadi, tidak mendominasi pembicaraan, menghargai pendapat orang lain.
5. Tanggung Jawab Perseorangan
Karakteristik ini merupakan akibat langsung dari ketergantungan positif. jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran koopertif, maka setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.
6. Komunikasi Antar Anggota
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Pembelajaran tidak bias diharapkan langsung menjadi komunikator yang andal dalam waktu singkat. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
7. Evaluasi Proses Kelompok
Pengajaran perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selajutnya bias bekerja sama dengan lebih efektif. Evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bias diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajaran terlaibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif.
E. Dasar Pertimbangan Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu sebagai berikut.
1. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif di samping usaha individudual dalam belajar.
2. Guru menghendaki seluruh siswa berhasil dalam belajar.
3. Guru ingin menunjukkan pada siswa bahwa siswa dapat belajar dari temannya,
4. Guru ingin mengembangkan kemampuan komunikasi siswa.
5. Guru menghendaki motivasi dan partisipasi siswa dalam belajar meningkat.
6. Guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.
F. Variasi-variasi dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Ada 4 metode yang dapat dilaksanakan oleh guru dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif. Keempat metode dimaksud adalah: metode STAD, Metode Jigsaw, Metode GI (group investigation), dan metode struktural.
1. Metode STAD
a. Karakteristik Metode STAD
STAD kependekan dari Student Team Achievement Divisions. Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dkk. dari Universitas John Hopkins. Dalam metode STAD guru membagi siswa suatu kelas menjadi beberapa kelompok kecil atau tim belajar dengan jumlah anggota setiap kelompok 4 atau 5 orang siswa secara heterogen. Setiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik dan saling membantu untuk menguasai materi ajar melalui Tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Secara individual atau kelompok setiap satu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap materi yang telah mereka pelajari. Setelah itu seluruh siswa dalam kelas tersebut diberikan materi tes tentang materi ajar yang telah mereka pelajari. Pada saat menjalani tes mereka tidak diperbolehkan saling membantu.
b. Sintaks Metode STAD
Sintaks metode STAD terdiri atas 6 fase yaitu sebagai berikut ini.
Fase ke-1: menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk aktif belajar.
Fase ke-2: menyajikan materi ajar kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau melalui bahan bacaan.
Fase ke-3: menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar .
Fase ke-4: membimbing setiap kelompok belajar untuk belajar dan bekerja.
Fase ke-5: mengevaluasi hasil belajar dan kerja masing-masing kelompok.
Fase ke-6: Guru memberikan penghargaan pada para siswa baik sebagai individu maupun kelompok, baik karena usaha yang telah mereka lakukan maupun karena hasil yang telah meerka capai.
2. Metode Jigsaw
a. Karakteristik Metode Jigsaw
Metode Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan sejawatnya. Dalam metode Jigsaw para siswa dari suatu kelas dikelompokkan menjadi beberapa tim belajar yang beranggotakan 5 atau 6 orang secara heterogen. Guru memberikan bahan ajar dalam bentuk teks kepada setiap kelompok dan setiap siswa dalam satu kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi materinya. Para anggota dari tim-tim yang berbeda tetapi membahas topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topic tersebut. Kelompok semacam ini dalam metode Jigsaw disebut kelompok ahli (expert group).
b. Sintaks metode Jigsaw
Pelaksanaan metode Jigsaw terdiri dari 6 langkah kegiatan sebagai berikut.
Fase ke-1: Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Setiap kelompok beranggotakan 5 – 6 orang siswa.
Fase ke-2: Guru memberikan materi ajar dalam bentuk teks yang telah terbagi menjadi beberapa sub materi untuk dipelajari secara khusus oleh setiap anggota kelompok.
Fase ke-3: Semua kelompok mempelajari materi ajar yang telah diberikan oleh guru.
Fase ke-4: Kelompok ahli bertemu dan membahas topik materi yang menjadi tanggung jawabnya.
Fase ke-5 : Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal masing-masing (home teams) untuk membantu kelompoknya.
Fase ke-6: Guru mengevaluasi hasil belajar siswa secara individual.
3. Metode Invenstigasi Kelompok (Group Investigation)
a. Karakteristik metode investigasi kelompok
Metode investigasi kelompok dirancang oleh Herbert Thalen dan metode pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diimplementasikan Kompleksitas dan sulitnya implementasi metode ini dikarenakan keterlibatan siswa dalam merencanakan topik-topik materi ajar maupun cara mempelajarinya melalui investigasi. Pada metode investigasi kelompok, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok secara heterogen yang masing-masing beranggota 5 atau 6 orang siswa. Siswa memilih topik-topik tertentu untuk dipelajari, melakukan investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih kemudian menyiapkan dan mempresentasikan hasil belajar di kelas.
b. Sintaks metode investigasi kelompok
Sharan dkk. sebagaimana pendapatnya dikutip Arends (2008: 14) mendeskripsikan 6 langkah metode investigasi kelompok sebagai berikut.
Fase ke-1: pemilihan topik
Siswa memilih sub-sub topik tertentu dalam bidang permasalahan umum yang biasanya dibahas oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggota 5 atau 6 orang.
Fase ke-2: perencanaan kooperatif
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan sub-sub topik yang telah dipilih.
Fase ke-3: implementasi
Siswa melaksanakan rencana yang diformulasikan pada fase ke-2.
Fase ke-4: analisis dan sintesis
Sisma menganalisis dan mensistesis informasi yang diperoleh pada kegiatan fase ke-3.
Fase ke-5: presentasi hasil akhir
Beberapa atau semua kelompok melakukan presentasi di kelas tentang topik-topik yang mereka pelajari di bawah koordinasi guru.
Fase ke-6: evaluasi
Siswa dan guru mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok terhadap kerja kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat dilakukan secara individual, kelompok, atau keduanya.
4. Metode Struktural
a. Karakteristik metode struktural
Metode struktural dikembangkan oleh Spencer Kagan dkk. Meskipun memiliki banyak persamaan dengan metode lainnya, metode structural menekankan penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Dua macam struktur yang dapat dipilih guru untuk melaksanakan metode structural adalah think-pair-share dan numbered head together.
1) Sintaks think-pair-share
Pelaksanaan think-pair-share terdiri 3 langkah : thinking, pairing, dan sharing
Langkah pertama: thinking (berpikir)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan yang terkait dengan materi ajar dan memberikan waktu satu menit kepada siswa untuk memikirkan sendiri jawabannya.
Langkah kedua: pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa untuk mendiskusikan secara berpasangan tentang apa yang siswa pikiran
Langkah ketiga: sharing (berbagi)
Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi hasil diskusinya dengan seluruh siswa di kelas.
2) Numbered heads together
Sintaks numbered heads together terdiri dari tiga langkah yaitu
sebagai berikut.
Langkah pertama: numbering (penomoran)
Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3 sampai 5 orang dan member setiap anggota kelompok tersebut nomor secara berurutan.
Langkah kedua: questioning (pengajuan pertanyaan)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan bias bervariasi.
Langkah ketiga: head together (berpikir bersama)
Para siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban atas pertanyaan dari gurunya.
Langkah keempat: answering (pemberian jawaban)
Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari setiap kelompok yang nomornya sama dengan nomor yang disebutkan guru mengangkat tangannya dan memberikan jawaban di depan kelas.
G. Teknik-teknik Pembelajaran Kooperatif
Adapun teknik-teknik dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1. Mencari Pasangan
2. Bertukar Pasangan
3. Berpikir-Berpasangan-Berempat
4. Berkirim salam dan soal
5. Kepala Bernoimor
6. Kepala bernomor terstruktur
7. Dua tinggal Dua Tamu
8. Keliling Kelompok
9. Kancing Gemerincing
10. Keliling Kelas
11. Lingkaran Kecil Lingkaran Besar
12. Tari Bambu
13. Jigsaw
14. Bercerita Berpasangan
H. Model Evaluasi Belajar Pembelajaran Kooperatif ( Kooperatif Learning)
Model evaluasi pembelajaran kooperatif masih belum banyak diterapkan didunia pendidikan. Kebanyakan guru enggan menerapkan system kerja kelompok karena beberapa alasan. Salah satunya adalah penilaian yang dianggap kurang adil. Sebenarnya ketidak adilan ini tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok jika guru benar-benar menerapkan prosedur system pengajaran atau penilaian cooperative learning. Dalam penilaian siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok. Siswa bekerja sama dengan metode pembelajaran kooperatif (cooperative Learning). Mereka saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk tes, kemudian masing-masing mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai pribadi. Metode pembelajaran dan penilaian evaluasi pembelajaran kooperatif perlu lebih sering digunakan dalam dunia pendidikan. Agar bisa kondusif bagi proses pendewasaan dan pengembangan siswa. Sistem belajar perlu memperhatikan pula aspek-aspek afektif. Sistem pembelajaran kooperatif ini merupakan alternative terbaik yang bias memecahkan tumbuhnya keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.
I. Evaluasi Kinerja Sistem Rubrik
Penilaian terhadap berbagai kemampuan yang dapat digolongkan pada kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik dapat dilakukan dengan bermacam-macam teknik asesmen. Untuk menilai aktivitas belajar siswa diperlukan suatu asesmen autentik di luar asesmen ”paper and pencil test” yaitu asesmen kinerja. Dalam menerapkan asesmen kinerja diperlukan rubrik sebagai pendamping asesmen kinerja. Rubrik asesmen kinerja tersebut dapat dibuat dalam bentuk lembar observasi aktivitas belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Pola PBMP (Pemberdayaan Berpikir Melalui Pertanyaan) dalam metode TSTS (Two Stay Two Stray) untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Rubrik aktivitas belajar siswa digunakan sebagai asesmen kinerja untuk menilai aspek aktivitas belajar yang muncul selama proses pembelajaran berlangsung.
info yang sangat membantu sekali kak
BalasHapusbuldoser terbesar di dunia